Elastisitas Madaniyah
Potret gaya kelakar tokoh politik akhir-akhir ini begitu membosankan, tidak lihay melihat situasi dan kondisi, coba saja lihat fenomena akhir-akhir ini, di tengah kondisi masyarakat indonesia yang lagi hobi mencari kesalahan pejabatnya, sebagai seorang politisi eloknya pintarlah memposisikan diri, saya melihat kita berada pada fenomena yang tidak sehat, seorang kritikus bahkan sekalipun.
saya melihat ada kekosongan antara politikus, kritikus, dan masyarakat di tengah gejolak bangsa ini khususnya pada Platform media sosial yang sedemikian masifnya. Sebagai negara yang menganut nilai demokrasi dalam perjalanannya tidak dapat dikatakan mudah, kacamata saya melihat bahwa sebagian besar politisi kita masih gugup dan kadang terlalu lepas ketika berada pada ruang publik atau public sphare kata habermas, tak hanya itu kritikus disekitar kita juga menurut saya terlalu gegabah mengambil sikap dalam satu dan dua soal, karenanya masyarakat yang berada di antaranya menjadi bias, bias dalam arti gagal mengindentifikasi masalah secara objektif. akibatnya, yang terjadi adalah post truth memahami kebenaran dalam lanscap kehidupan sosial kita,
kekosongan antara kedua elemen demikian tidak dapat disalahkan, sejak media sosial menjadi variabel baru dalam sosial politik kita karenanya perlu satu diskursus mendasar terkait pola permainan antara keduanya, perlu proposal dengan semangat konstruktif demi menjaga kondusifitas dari bentuk yang paling dasar untuk mencapai tatanan kebermasyarakatan yang saya sebut Elastisitas Madaniyah.
Elastisitas madaniyah semangatnya adalah bebas melakukan apapun tetapi tak lupa dasar suatu substansi Mengapa kita melakukannya, seperti gerakan politik, ekonomi, sosial, maupun lingkungan.
Tengah maraknya gimik politik yang dilakukan oleh tokoh politik kita cendrung lebih dekat pada bom waktu berujung merugikan diri sendiri. namun, di warung kopi masyarakat kita jadi satu diskurkus baru berdampak pada perpecahan, sepakatkah kita bahwa narasi yang saya kira pada awal niatnya baik jadi bahan untuk mengkotak-kotakkan, masyarakat digiring untuk selalu memilih antara pro-kontra. pertanyaanya sejak kapan dan sampaikan kapan kita begini? hidup di tengah pembangunan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang amat melimpah tentu tak lazim jikalau visualisasi di ruang publik tidak memiliki asas yang mendidik. kita menginginkan pembangunan dalam perspektif negara dalam bentuk infrastruktur dan sistem pemerintahan baik dan ideal, maka perlu satu relasi khusus untuk memikirkan berbagai aspek. Bangsa ini regeneratif, jadilah satu dari orang yang masih memikirkannya.
saya paham bahwa era distrupsi adalah keterbukaan tanpa batasan, saya juga mengerti bahwa ini baik untuk masa depan, pun saya juga paham bahwa perubahan itu alamiah, hanya saja kita harus paham bahwa bangsa ini masih dalam tahap membangun, menuju 80 tahun kemerdekaan negara ini masih terlalu muda untuk memahami sistem demokrasi, perlu menatar kembali mendudukkan kembali apa yang disebut sebagai demokrasi dan kemudian demokrasi digitali.
pakar politik, pakar tata negara, dan pakar lain erat dengan problem ini senantiasa dapat memahami teori demokrasi secara komprehensif. namun, praktisi sebagai aktor dan pelaku juga saya kira paham praktiknya. hanya saja demokrasi relasinya pemilu, pesta satu kali dalam 5 tahun dan menentukan nasib bangsa 5 tahun kedepannya. Hemat saya selama mengikuti konstestasi kita masih pada variabel pemilihan 5 tahun sekali belum pernah rasanya kita fokus pada variabel selanjutnya yang saya kira merupakan faktor utama yaitu nasib kehidupan bangsa 5 tahun kedepannya.
serius saya mengatakan bahwa politisi dan politikus merupakan aktor penting pada perjalanan bangsa dan negara ini, karenanya patut bagi kita mengkonstruksi keduanya pada permaianan yang lebih adabtabel terhadap bangsa kita ini. secercah harapan tak bosan selalu saya sampaikan demi kebaikan, kelak saya ingin kita selalu menaruh teori sebagai parameter utama dan kemudian semangat berkembang agar selalu objektif memandang fenomena dan benar dalam bertindak sesuai cita-cita awal kenapa negara ini berdiri.
